Senin, 15 Desember 2008

jogja malamku...

Siapa sih yang pertama kali menggunakan malam minggu sebagai malam yang special bagi yang berfasangan???kalau dengan keadaanku saat ini, aku akan ajak bicara orang itu agar menarik kembali ajakannya. Tentunya selanjutnya aku yang akan menarik ajakanku juga jika nanti Tuhan sudah memberikan kesempatan bagi aku untuk menangkis panah asmara-Nya dengan dada terbuka..hehe
Tapi mala mini bukan special bagi aku dan juga tulisan ini bukan special tentang nasibku dalam 1 hal ini, tapi aku akan menuturkan tentang beberapa hal yang aku temui dijalan..agak lama juga tidak meluangkan waktu untuk mengisi kembali blog ku, tapi aku yakin hal ini tidak akan mengganggu pembaca…karena yang baca mungkin hanya aku sendiri dan segelintir orang yang punya waktu untuk menghabiskan waktu dan recehnya untuk membuka internet.
Saat waktu sudah menunjukkan puku 7.15, aku masih bisa mencium bau badanku yang bercampur peluh, debu dan asap…tentu saja tidak aka nada yang menyebut bauku ini wangi..orang gila aja tahu apalagi yang waras..akhirnya setelah sempat smsan kepada orang2 yang senasib (jombla..alias jomblo aja) aku memutuskan dengan berat hati untuk membasuh badanku agar menjadi bersih. Maf bau, maaf debu dan asap..aku buang kamu seperti biasa….
Tanpa banyak cebyar cebyur..toh juga Cuma segini aja…aku langsung finishkan proses mandi yang beberpa menit saja aku start. Langsung menuju pada tahapan selanjutnya yaitu bergaya seperti peragawa yaitu memilih pakaian yang kira-kira pas untuk dipake malam mingguan…(pembaca perlu tahu kalu aku berpikir bahwa penampilanku kuliah, ngantor dan malam mingguan sepertinya sama saja. Jadi pasti tidak ada yang special dari proses ini.)
Dengan keterbatasan pengetahuan tentang jalan-jalan di jogja ini, aku tancap gas aja mengelilingi jalan-jalan yang belum pernah aku jamah. Aku kelilingi walaupun aku pasti lupa dan tidak akan tahu kalau aku disuruh mencari jalan yang baru saja aku lewati.
Beberapa kai aku bicara sendiri ketika menemukan tempatt yang dulu pernah aku lewati bahkan aku kunjungi. Oalah disini toh tampat ini…lho kok tembus disini…lo ini kan jalan menunju kesana..dan sebagainya ungkapku..selain itu aku diam menikmati perjalanan.
Aku putuska untuk ke jaan malioboro, walaupun aku tidak ada niat mencari sesuatu . lebih banyak karena Cuma jalan itu yang aku tahu.jadinya secara otosmastis..tanganku menggerakkan stang motor menuju jalan itu. Sampai disuatu perempatan terakhir sebelum memasuki jalan malioboro, akku memutuskan untuk memilih jalan ke kanan yang bertuliskan pasar kembang kanan, malioboro kiri…oyah pasar kembang (sarkem) adalah tempat yang special di jogja ini, namun saya tidak akan bercerita apa-apa tentang sarkem ini, karena saya juga belum pernah meginjakkan kakai ditanah sarkem tersebut.
Setelah beberapa meter meninggalkan pertigaan tadi, aku sempat melihat dua orang cewek bersama seorang cowok yang sedang menikmati makanan disebuah warung kaki lima. Aku jadi ingat dengan makanan khas didaerah ini yaitu nasi kucing. Disebut nasi kucing bukan karena disukai sama kucing..atau ditemukan oleh penjual yag rugi karena nasinya dimakan kucing….melainkan karena porsi yang sedikit sehingga hanya bisa membuat kenyang perut sebesar perutnya kucing…mungkin gitu. Sudah 3 bulan aku di tanah jogja, aku belum pernah mencicipi nasi kucing ini…aku putuskan untuk membelokkan motorku menuju sebuah warung yang ada disebelah kanan jalanku.. ada tempat parker luas..pas.
Aku langsung mencari empat duduk yang ternyata memang kosong semua. Ya aku putuskan saja untuk mengambil tempat duduk yang dekat dengan semua menu yang ditawarkan..
Seprti warungg lainnya, di warung ini disajikan menu sederhana dengan tata saji yang sangat buruk jika dinilai dari ilmu tata saji. Yang ada hanya 3 tampat yang bebeda, yaitu tempat nasi ditumpuk, lalu gorengan dan lauk ayam, krupuk serta 1 tungku untuk memanaskan wedang the dan wedang jahe….kemanapun anda mencari warung ini, anda akan disajikan dengan menu yang sama. Penerangannya pun sama yaitu menggunakan lampu minyak yang remang-remang namun bukan warung remang, dan disebut warung kucing walaupun tidak dikerumuni kucing…asal…
Aku ambil sebungkus nasi kucing…aku berdoa semoga ini bukan daging kucing atau aku harus makan ditemani kucing…ternyata isinya Cuma nasi putih dan 6-7 ekor ikan teri yang dibalut sambal..aku kembali berdoa, semoga sambalnya bukan sambal yang pedas dan tuhan mengabulkan doaku..hehe…baik ya tuhan itu…heheh. Sebelum makan akuu meminta wedang jahe…panas banget. Terpaksa aku langsung makan padahal pengennya minum sedikit sebelum makan..aku nikmati hidangan yang tersaji..aku ambil 1 potog tempe bacem…yah bisa menambah sedikit terasa lebih 3 sehat 4 sempurna (kurang sayuran)..setelah menikmati setangah dari nasi yang ada aku meraba kumisku yang telah aku kuris…oooo untung tidak tumbuh panjang.ntar jadi kayak kucing dong…
Ditengah menikmati nasi kucing yang tinggal sejumput, tiba-tiba dating seorang pemuda dengan semangat menceritakan sesuatu.. dengan bahasa jawa yang fasih (ya iyalah dia kan orang jawa)..dia mengabarkan bertemu dengan seorang yang kaya dan suda agak tua…namun berristri sangat muda-muda dan cantik…seperi syeh fuji katanya…namun yang menarik adalah tanggapan yang muncul. Ketika banyak orang yang mengatakan bahwa kejadian seprti syeh fuji sebagai hal yang tidak normal, namun komentar yang berbeda muncul dari orangg-orang kalangan bawah seprti seorang penjual nasi kucing misalnya..orang-orang ini sangat menyadari sekali dan mungkin sangat memahami dalam kehidupannya, bahwa menjadi penguasa uang (orang kaya0 hampir-hampir bisa mengendalikan, membeli atau apapun namanya….kehidupan orang-orang seperti mereka.mereka hidup dengan perjuangan yang keras, hanya untuk memperoleh uang, andai suatu saat mereka harus menggadaikan hidupnya demi uang, mungkin keputusan yang sangat berat untuk memilih diantara keduanya..apakah mempertahankan hidup menjadi kalangan bawah atau melompat lebih tinggi menjadi orang beruang walaupun harus menggadaikan hidupnya…
Aku lihat kesekeliling..benarkah kehidupan para penjual nasi kucing ini adalah cirri khas kehidupan kalangan bawah???aku lihat 2 pasangan yang agak modis sedang duduk diwarung sebelah, oh ada juga orang seperi mereka mau menikmati jualan mereka..berari ini bukan cirrikhas kehidupan kalangan bawah..lalu kalau bukan, kenapa kenampakan mereka jauh dari penampakan para penjual yang leih berkelas,?...mungkinkah ini sebuah tradisi, dimana orang-orang jogja telah merasa enjual nasi kucing adalah bagian dari kehidupan kota ini? Sehingga aneh jika jogja tanpa nasi kucing..malah para pendatang mungkin akan meluangkan waktu mereka sejenak untuk sekedar menikmati sejumput nasi kucing.yah..aku rasa keberadaan penjual nasi kucing sama nilainya dengan keberadaan penjual nasi padang ataupun penjual gudeg ataupun warung lainnya. Mereka memiliki ciri khas mereka sendiri. Kita tidak bisa melihat dari penampakan mereka, namun kita harus bisa memandang bahwa cirri khas bukan bersifat hierarkis namun adalah setara. Hah berarti kita sering salah yah…menganggap apa yang mereka lakukan sebagai sebuah keterbatasan padahal tidak seluruhnya benar.karena kalau hal yang sama juga diterapka pada warung-warung yang lain,mungkin mereka juga adalah kalangan bawah jika kita menggunakan standar restoran bintang 5 sebagai sebuah cirri khas. Yah…munggkin anda setuju tapi boleh juga tidak kok…toh kalau anda tidak setuju, penjual nasi kucing akan tetap hidup dengan cirri khasnya…
Kembali saya konsentrasi pada percakapan orang-orang disana. Menarik memang, namun terasa getir. Rasa itu benar-benar muncul ketika mereka tidak mampu melawan apa yang dilakukan oleh syeh fuji. Mereka dengan enteng menjawab kalau apa yang syeh puji lakukan adalah sebuah kewajaran bagi seorang yang kaya…ya tuhan…katanya..cara orang kaya beramal ya dengan menikahi orang-orang yang dia ingin tolong (atau yang dia sukai??? Menikahi anak dibawah umur???). aku larut dengan perasaan sendiri mendengar percakapan tadi. Aku teringat dengan ibu dan bapakku dirumah. Dengan keterbatasan, mereka belum pernah menyerah dengan keadaan. Kemiskinan yang dimiliki bukan halangan untuk memberikan yang terbaik untuk hidup dan kehidupan. Mungkin menjadi kaya bukan sebuah keharusan bagi mereka,namun memberikan sebuah kehidupan yang lebih baik bagi sentana (anak..red) adalah sebuah keharusan. Terimakasih ibu, terimakasih pak.
Masih banyak yang muncul dalam fikiranku tentang percakapan tadi..tapi ahhh g usah diperpanjang.
Aku lanjutkan perjalanan menuju alun-alun setelah membayar sebesar 6500 untuk 2 bungkus nasi. Tahu tempe, kerupuk, kepala ayam goreng dan segelas besar wedang jahe…disini lagi-lagi aku menemukan sesuatu yang aneh bagiku..orang-orang duduk ditaman dengan pemandangan yang ada hanya lalu lalang mobil. Ada sih beberapa bangunan kuno diantaranya kantor pos, taman kota dan monument serangan umum 1 maret.. namun aku masih merasakan ini hal yang janggal. Belum menemukan kenikmatan ditempat ini. Apa karena aku kesini sendirian yah…aku lihat beberapa komunitas tepatnya kelompok orang-orang yang asyik dengn candaan mereka masing-masing. Aku kayak seorang wartawan, yang mengamati suasana untuk dijadikan sebuah berita..jadainya…GARING…hah aku ambil beberapa foto aja, untuk kenangan..semoga ini bisa memberikan gambaran buat pembaca….yang jelas saya belum menjadi satu dengan kota ini..sehingga saya menjadi orang asing di Negara sendiri…ealaaah…